CERBUNG : BERITA BAIK (02)

Angin sepoi – sepoi mengoyang – goyang poni gue. Mulai terasa risih karena sudah sekian tahun gue tidak pernah berponi. Sejak dua hari lalu gue memberikan kesempatan diri gue “me-time”. Dimulai dari perawatan rambut, hingga ujung kaki. Rasanya gue udah lama banget tidak memanfaatkan cuti seperti ini. Sendirian menatap langit biru membiarkan pancaran matahari sore jatuh di atas kulit gue. Nggak apa – apa menghitamkan kulit sekali – kali. Biar ada bukti ke kantor, kalo gue emang liburan ke Bali.  Tiga hari tanpa smartphone, tanpa telepon kantor, tanpa komputer, tanpa suara Rere. Ah, tiba – tiba gue kangen sama bocah yang satu itu. Malaikat kecilku yang selalu menjadi pelipur lara. Tangisan pertamanya saat dia lahir dari rahim gue, awal mula Rere mulai merangkak, tawanya yang seolah tak kenal sedih itu apa, selalu menjadi hal terindah dalam hidup gue. Gue berjanji Rere akan tumbuh di lingkungan yang baik dan selalu mendukung dia dalam hal yang benar. Gue janji gue akan jadi ibu sekaligus ayah untuk Rere.
Senja kian larut. Tawa – tawa kecil samar terdengar. Sekumpulan anak muda berbikini berpose seksi. Ombak berderu – deru tak mau kalah. Beberapa kali penjual makanan keliling, pengrajin tato, hingga penjual oleh – oleh menghampiri gue. Maaf, gue hanya mau menikmati sore ini. Sekali saja.
Hanya beberapa langkah dari Pantai Kuta, gue sudah tiba di hotel. Seorang resepsionis memanggil gue.
“Selamat sore, Ibu, dengan Ibu Marsha?”
“Ya betul,” jawab gue singkat.
“Tadi ada telepon untuk Ibu. Beliau meninggalkan pesan untuk menelpon kembali ke nomor ini,” diserahkannya secarik kertas bertuliskan nomor telepon.
“Oh baiklah. Terima kasih.”
“Terima kasih kembali. Selamat beristirahat.”
Sehabis mandi, gue merapikan beberapa pakaian gue. Sesuai jadwal, gue sudah harus check out besok pukul 10.00 dan menuju Bandara Ngurah Rai. Sebelum tidur, gue menyempatkan menyalakan smartphone gue dan menghubungi nomor yang diberikan resepsionis tadi.
“Halo,”sapa suara di seberang sana. Suaranya masih sama, selalu membuat gue tidak ingin mengakhiri pembicaraan. Ada rasa rindu bergejolak di dalam hati. Dari satu kata yang diucapnya, gue bisa tahu seberapa enerjik dan menariknya sosok itu.
“Hai!” balas gue riang.
“Besok kujemput di bandara ya. Sesuai jadwal.”
“Ya boleh. Sesuai jadwal. Semoga tidak delay.”
“Baiklah. Selamat malam.”
“Good night too,” balas gue mengakhiri pembicaraan.